Lampung Utara : Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Utara terkesan lepas tangan dan ‘lempar handuk’ dalam pengelolaan anggaran publikasi untuk media.
Padahal, KPU sendiri telah mengambil langkah memberikan sejumlah anggaran dari nilai anggaran publikasi sebesar 65 juta ke puluhan media, sehingga KPU tidak terlalu memikirkan pembagian jumlah anggaran yang notabene tidak mencakupi kebutuhan media.
Menurut Ketua KPU H.Marthon, saat diwawancarai beberapa waktu lalu, KPU sendiri belum menemukan formula terbaik bagaimana caranya pembagian anggaran yang diketahui hanya sebesar Rp.65 juta dan untuk puluhan media yang ada.
” Kami butuh publikasi tapi terbatas, jadi maunya gimana mau MoU dengan media (wartawan) Lembaga profesinya atau gimana. Kalau bahasa sederhananya, ini KPU ada duit, tapi siapa yang mau mengelolanya, dan ini ada momen-momen yang harus di publis bukan diliput, karena diliput itu mengarah pada berita, dan bagaimana proses pertanggung jawabanya, karena setiap menerima itu (dana) harus ada pertanggungjawaban,” ungkapnya.
Marthon berkelit, walaupun jabatanya sebagai ketua, ia tidak bisa memutuskan secara sepihak guna memutuskan pola apa yang tepat guna pembagian anggaran publikasi yang terbilang minim tersebut.
” Walaupun saya ini ketua, pasti ada anggota dan dibahas dulu. Ini mau polanya gimana, ini juga kalian masih belum sepakat, ada yang mau lembaganya ada yang mau profesinya. Anggaran itu terlampau terbatas, kalau waktu itu sekitar 65 juta. Sekarang ini banyak media cetak harian, mingguan, elektronik dan online,” Ucapnya.
Diakuinya, kalau di KPU tempatnya bernaung, tidak ada yang ahli dalam hal membagi anggaran hingga dapat dipertanggungjawabkan. Disebutnya, pernah terjadi prosesi peliputan (berita) yang menurutnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Di KPU ini tidak ada yang ahli membagi-bagi anggaran itu dan setiap anggaran harus dipertanggungjawabkan. contoh beberapa hari yang lalu kan tidak bisa. Bagaimana di pertanggungjawaban. Walau ada buktinya (tertulis) apa bisa diangkut semua untuk di dipertanggungjawabkan bahwa mereka bagian dari pengeluaran anggaran ini. Saya marah saat itu,”terang Marthon.
Masih kata pria yang kerapkali menggunakan peci itu, saat ini dirinya sedang menampung aspirasi/masukan sebagai solusi guna pembagian dana negara tersebut. Tentunya dengan asas keadilan dan tidak membuat keributan.
“Saya pengen ada satu kesepakatan dari semua media polanya seperti apa, ini baru 2-3 orang dari satu lembaga sudah berbeda pandangan. Jadi gimana.?. Ini semua kan teman saya semua, kita bertemu terus. Masa iya saya harus formal-formalan, saya ga perduli, saya juga ga berfikir seperti itu (tidak perduli) mau saya ini bisa terakomodir dengan baik, bisa terlaksana dengan baik.” Jelasnya.
Untuk itu, dirinya telah bertemu dengan pihak sekretariat guna mencari solusi atas persoalan tersebut. Dengan menambah jumlah anggaran publikasi tentunya dengan waktu yang terbatas.
“Dua tiga minggu yang lalu saya sudah sampaikan, bisa tidak kalian (sekretariat) mengelola bagaimana caranya menganggarkan menjadi Rp.100 juta. Inikan dari satu ke satu menjadi masalah terus (Pertanggungjawaban anggaran), dan (anggarannya) sudah tidak utuh,” katanya.