Bandarlampung, (Beritajempol.co.id) – Pemerintah Provinsi Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat segera menetapkan standar harga, kadar aci, dan potongan (rafaksi) singkong secara nasional. Desakan ini muncul menyusul anjloknya harga singkong yang berdampak pada kesejahteraan petani
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, menyatakan bahwa dua permasalahan utama dalam tata niaga singkong—yakni ketidaksesuaian harga dan perbedaan kadar aci—tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah karena merupakan kewenangan kementerian terkait.
“Kalau dua masalah ini tidak diselesaikan oleh kementerian, maka kesepakatan antara pabrik dan petani tidak akan tercapai,” ujar Mikdar dalam rapat terbatas via Zoom bersama sejumlah kementerian dan lembaga, Selasa (29/4/2025).
Rapat tersebut dihadiri pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, dan Badan Pangan Nasional. Pemprov Lampung berharap keputusan konkret bisa segera diambil dalam waktu dekat.
Mikdar mencontohkan ketimpangan antara keinginan petani dan pabrik. Petani mengusulkan harga Rp1.350/kg dengan potongan maksimal 15% dan kadar aci 20%, sedangkan pabrik menghendaki kadar aci 24% dengan potongan tetap. Akibat perbedaan tersebut, harga singkong saat ini hanya berkisar Rp1.100/kg dengan potongan mencapai 30–38%.
“Dengan kondisi itu, petani hanya menerima sekitar Rp400–Rp500/kg, bahkan tidak cukup menutup biaya produksi,” ujarnya.
Mikdar menambahkan bahwa Lampung menyumbang sekitar 70% produksi tapioka nasional, namun kini kalah bersaing dengan produk dari provinsi lain seperti Sumatra Utara, Bangka, dan Jawa Tengah. “Jika tidak segera diatur secara nasional, pabrik-pabrik di Lampung bisa gulung tikar,” tegasnya.
Sementara itu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyatakan bahwa pemerintah provinsi telah menyusun strategi hilirisasi singkong sebagai upaya jangka panjang untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
Dalam pertemuan dengan seluruh kepala daerah se-Lampung di Gedung Pusiban, Rabu (16/4/2025), Gubernur menekankan pentingnya hilirisasi komoditas strategis seperti singkong, terutama di tingkat desa.
“Kami ingin investasi di sektor hilir dapat menyerap tenaga kerja sekaligus meningkatkan kemandirian industri berbasis sumber daya lokal,” kata Rahmat.
Hilirisasi juga menjadi langkah strategis untuk menjaga kestabilan harga singkong dan mendukung visi pemerintahan pusat, khususnya agenda Asta Cita Kelima Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terkait hilirisasi industri sumber daya alam.
Menurut Gubernur, singkong tidak hanya bisa diolah menjadi tapioka, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi bahan baku energi terbarukan. “Jika hilirisasi berjalan, harga singkong akan naik dan stabil, serta petani akan sejahtera,” pungkasnya.
Lampung masih menjadi produsen utama ubi kayu nasional, menyumbang 39% dari total produksi Indonesia. Berdasarkan data, produksi singkong di provinsi ini mencapai lebih dari 6,7 juta ton, dengan Lampung Tengah sebagai penyumbang terbesar melalui luas panen mencapai 77.038 hektare.
Adpim