Momentum HPN 2019 Dalam Penyajian Informasi Positif

Nasional3,485 views
HPN 2019 Jadi Momentum Penyajian Informasi Positif Untuk Masyarakat

Bandar Lampung : “Walaikumsalam. Selamat Hari Pers Nasional Bang,” sahut dokter musisi asal Lampung yang memilih Nagaswara Music sebagai tempat bernaung, dr Aldo Aprizo, dimintai ‘sumbang suara’ terkait HPN 2019, Sabtu (9/2/2019), pukul 09.02 WIB.

Dikenal luas pencipta lagu berbakat yang dipopulerkan penyanyi papan atas dan rerata laris di pasaran, sebut saja lagu Cukup Satu Menit (Zaskia Gotik), Siti Badriah, serta banyak jingel kampanye pemilu maupun pilkada ini, membuat Aldo sosok ‘media darling’.

Figur milenial kelahiran Negeri Nunyai, Bumiagung, Waykanan 2 April 1989 itu menyadari, wartawan mempunyai peran penting dalam memberi informasi kepada masyarakat.

“Segala sesuatu yang disajikan akan mempunyai dampak terhadap masyarakat yang menerima informasi tersebut. Harapannya, informasi yang disajikan selalu mempunyai manfaat positif untuk kita semua,” kata dia.

“Serta, mampu menangkis berita-berita dan info-info hoaks yang makin marak. Selamat berkarya menyajikan informasi bermanfaat dan lawan hoax. Maju terus pers Indonesia,” ujarnya.

Lepas Aldo, kita sambut seru haru seorang aktivis literasi, life traveller, dan penulis produktif, Gol A Gong. Satu nama ‘jaminan mutu’, satu diantara nama sastrawan kesohor negeri, yang juga, mantan wartawan.

Dikonfirmasi Sabtu pagi, pukul 10.13 WIB, pendiri Rumah Dunia, Serang, Banten, bernama lahir Heri Hendrayana Harris itu menyarankan redaksi menyimak seruan spesialnya di blog pribadinya terkait momen HPN 2019 ini, “Selamat Hari Pers, Kawan!”

dr Aldo Aprizo dalam satu kesempatan bersama pelantun Syantik yang tembus lebih dari 100 juta kali tayang di aplikasi berbagi video Youtube, Siti Badriah. Foto: Aldo Aprizo

Ulah penasaran, redaksi tak menyia-nyiakan kesempatan. Benar adanya, seruan magis ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Indonesia ini seruan manis. Berikut kutipannya.

“Selamat Hari Pers Nasional, 9 Februari 2019, kawan wartawan. Saya mengenang ketika masih bergelut di dunia pers. Saya mulai bersinggungan dengan pers di tahun 1981,” kisahnya.

“Saat itu saya mengikuti Kejuaraan Badminton Junior se-Jawa Barat di Sukabumi. Saya satu-satunya pebulutangkis berlengan satu. Saya bertanding di lapangan utama, partai pertama setelah upacara pembukaan, sehingga menarik perhatian penonton.”

“Lawan saya dari Kuningan, tentu berlengan dua dan keturunan China. Alhamdulillah, menang rubber set. Saat itulah, saya didatangi wartawan,” imbuh Gong, lengkap dengan sisipan foto kenangannya 28 tahun lalu itu.

“Saya diwawancarai. Berkesan sekali. Ketika hasil wawancara itu dipublikasikan di koran Pikiran Rakyat, sensasinya luar biasa. Saya berpikir, tidak semua orang bisa muncul sebagai narasumber di koran jika tidak ada peristiwanya; ia bisa prestasi, bahkan bisa juga sesuatu yang buruk.”

“Tidak lama, masih di SMAN 1 Serang, puisi saya dimuat di majalah HAI, honornya Rp. 3500,- Kemudian sepanjang 1985-1987, saya sering muncul di koran daerah, karena melakukan pertandingan persahabatan dengan pebulutangkis berlengan dua.”

“Bali Pos, Menado Post dan Fajar Post di Makassar. Hidup saya bersemangat sekali, karena ketika profil kita ditulis dan dipublikasikan di koran, ada angin segar berhembus. Saya merasa dihargai dan itu memompa semangat untuk terus berkarya.”

Pada 1989, lanjut Gong, “saya jadi wartawan di KKG (Kompas Gramedia Group). Mulai dari freelance di HAI, serial saya yang berjudul Balada Si Roy dimuat bersambung di HAI, menulis agenda sekolah, esai, puisi, kemudian saya ditempatkan sebagai wartawan sekaligus redaktur budaya di Tabloid Warta Pramuka, dengan tiras yang oleh Arswendo Atmowiloto diklaim diklaim 2 juta eksemplar!”

Gol A Gong, berbaju batik motif Siger Lampung, di sela literacy travelling-nya, menggelorakan Gempa Literasi, di Singapura, pertengahan Januari lalu. Foto: Gol A Gong

Pembaca, ada yang ngefans mendiang Nike Ardilla? Ternyata, selain ancaman kekerasan, saat menggeluti jagat pers pula Gong punya cerita khusus soal penyanyi tenar era 1990-an itu.

“Suka duka sebagai wartawan luar biasa. Diancam narasumber, dicaci-maki keluarga narasumber yang keberatan dengan tulisan saya, ditawari uang, ditelepon orang tua narasumber, diajak kencan narasumber yang ingin terkenal, dan masih banyak lagi,” ingat Gong rapi.

“Paling berkesan, saat terjalin persahabatan sebagai wartawan dan narasumber. Saat bertugas di Bandung, saya dekat dengan Nike Ardila. Bahkan dengan mudah bisa mewawancarai Nike di kamarnya, dimana foto dan poster Marilyn Monroe (berada, Red).”

“Saya mundur sebagai wartawan di tahun 1995, saat itu jadi Perwakilan Tabloid Karina (Kartini Group) di Bandung. Kemudian masuk ke Indosiar (1995) dan RCTI (1996-2008).”

“Setelah itu, pensiun dan mengelola Rumah Dunia bersama para sahabat terbaik; Toto ST Radik, Rys Revolta, Andi Suhud Trisnahadi, Maulana Wahid Fauzi, Abdul Malik, dan para relawan.”

Di akhir tulisannya yang menampilkan momen saat ia mewawancarai Novia Kolopaking, artis sinetron “Keluarga Cemara” dan “Siti Nurbaya” sebagai pilihan foto utamanya, Gong memuncaki apresiasi profetiknya.

“Selamat Hari Pers, Kawan. Jasamu tak akan kulupakan. Hanya Allah yang bisa membalas. Terima kasih sudah mendukung karir kepenulisan saya selama ini.Juga ke Rumah Dunia. Tanpa pers, saya dan Rumah Dunia tidak akan seperti ini”

Putra/Muzamil

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *