Bayi Baru Lahir Perlu Jalani Tes Skrining Pendengaran

Life Style704 views
Foto : Net/Ist

Jakarta : Dokter dari Divisi Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Ronny Suwento mengatakan bayi baru lahir perlu menjalani tes atau skrining pendengaran. Idealnya tes ini dilakukan pada usia 48 jam setelah lahir.

“Skrining pendengaran pada bayi baru lahir adalah upaya untuk menemukan adanya gangguan pendengaran pada bayi,” kata Ronny, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (26/2).

Ronny mengatakan ketulian yang terjadi sejak bayi akan menyebabkan gangguan perkembangan mendengar dan berbicara. Akibatnya, anak menjadi tidak mampu berbicara dan berkomunikasi.

Pada akhirnya, anak tidak dapat mengikuti pendidikan formal dan bisa kehilangan kesempatan memperoleh pekerjaan saat dewasa. Sejumlah penelitian membuktikan anak yang tidak teridentifikasi mengalami gangguan pendengaran sebelum usia enam bulan akan mengalami keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa.

Karena itu, skrining pendengaran perlu dilakukan sejak bayi baru lahir agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat. “Rehabilitasi pendengaran yang baik dengan alat bantu dengar dan latihan bicara mulai usia enam bulan memungkinkan anak dengan gangguan pendengaran mampu berkomunikasi secara optimal saat berusia 36 bulan,” katanya.

Ronny mengatakan RSCM telah memiliki fasilitas skrining pendengaran bagi bayi baru lahir. Skrining terhadap bayi baru lahir seringkali tidak berjalan optimal karena tidak kembali lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Skrining pendengaran pada bayi idealnya dilakukan pada usia 48 jam setelah lahir dengan pemeriksaan “otoaccoustic emission” (OAE) atau sebelum pulang dari rumah sakit.

Bila fasilitas tidak tersedia selambat-lambatnya pada usia satu bulan difasilitasi kesehatan yang mempunyai alat OAE. Pada usia tiga bulan koreksi dilakukan dengan pemeriksaan “Brainstem Evoked Response Audiometry” (BERA). Bila pemeriksaan OAE dan BERA hasilnya baik pendengaran anak dinyatakan normal.

“Bila bayi mempunyai faktor risiko terhadap gangguan pendengaran, orang tua harus tetap memantau perkembangan bicara,” katanya pula.

Sumber : Rep/Ant

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *